Faktapalembang.id, NASIONAL – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) secara resmi meningkatkan pemantauan terhadap berbagai platform permainan daring. Fokus utama pengawasan ini tertuju pada game online Roblox agar tidak dimanfaatkan sebagai sarana penyebaran paham radikalisasi yang menargetkan anak-anak.
Langkah tegas ini diambil menyusul kekhawatiran mengenai kerentanan anak-anak di ruang digital. Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi (Purn.) Eddy Hartono menjelaskan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan pengembang terkait. Saat ini, pihak Roblox diketahui sedang membangun sistem identifikasi pengakses yang lebih ketat untuk memverifikasi usia pengguna.
“Terakhir, kami monitor, dia (Roblox) akan melakukan identifikasi dengan kamera. Jadi kalau ketika main nanti platformnya itu langsung meng-capture wajah kita, kalau dia ter-capture wajahnya itu anak-anak langsung dia nggak bisa mengakses,” ujar Eddy di Jakarta, Selasa malam.
Penerapan Regulasi PP Tunas
Pengawasan terhadap game online Roblox dan platform sejenis lainnya ini sejalan dengan regulasi terbaru pemerintah. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak, atau yang dikenal sebagai PP Tunas.
Dalam aturan tersebut, pemilik platform permainan daring diwajibkan untuk menyediakan sistem verifikasi dan keamanan yang mumpuni bagi penggunanya. Hal ini bertujuan untuk membatasi akses konten yang tidak sesuai dengan usia anak.
“Dengan adanya PP Tunas ini mudah-mudahan kami bisa membatasi anak-anak kita yang di bawah 18 tahun supaya tidak mengakses sosial media maupun game online,” ucap Eddy.
Selain aspek regulasi dan teknologi, BNPT juga berkomitmen untuk terus memberikan edukasi serta literasi digital kepada masyarakat terkait bahaya penyebaran paham radikalisasi di dunia maya.
Sosialisasi Kepada Orang Tua
Senada dengan BNPT, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid terus mendorong sosialisasi PP Tunas. Aturan ini dirancang sebagai payung hukum perlindungan anak di ranah digital yang menyasar pemahaman orang tua.
Meutya mengakui bahwa bahasa hukum dalam peraturan pemerintah sering kali sulit dipahami oleh masyarakat awam. Oleh karena itu, ia mengharapkan dukungan dari Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (RTIK) serta berbagai pihak lainnya untuk menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam menjelaskan aturan ini hingga ke daerah terpencil.
“Karena ini bentuknya peraturan pemerintah, tentu kalau kita baca PP-nya mungkin agak membingungkan, sehingga kita perlu banyak teman-teman yang juga memperkenalkan PP ini kepada para orang tua di berbagai daerah di Indonesia,” kata Meutya saat temu media di acara Temu Nasional Pegiat Literasi Digital 2025 di Jakarta, Rabu.













