Rupiah Menguat Tajam, Sentimen Penurunan Suku Bunga The Fed Jadi Pendorong Utama

Ilustrasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Penguatan nilai tukar rupiah pada Senin didorong oleh ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga The Fed dan fundamental ekonomi domestik yang solid. (Dok. Ist)

Faktapalembang.id, NASIONAL – Nilai tukar (kurs) rupiah menunjukkan performa impresif pada penutupan perdagangan Senin sore, dengan penguatan signifikan sebesar 81 poin atau 0,49 persen, ditutup pada level Rp16.419 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp16.500 per dolar AS. Katalis utama di balik penguatan nilai tukar rupiah ini datang dari sentimen pasar global, terutama dari Amerika Serikat.

Analis mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, menyatakan bahwa pergerakan positif ini sangat dipengaruhi oleh meningkatnya peluang penurunan suku bunga acuan The Fed. Menurut data CME FedWatch Tool, probabilitas pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis points (bps) pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) bulan ini telah mendekati 90 persen.

“Investor meningkatkan taruhan mereka pada penurunan suku bunga pada bulan September setelah indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi AS terbaru sebagian besar sesuai dengan perkiraan,” kata Ibrahim dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.

Data inflasi inti AS, yang diukur melalui indeks Personal Consumption Expenditure (PCE), tercatat naik 2,9 persen secara tahunan pada Juli, level tertinggi sejak Februari 2025. Sementara itu, secara bulanan, inflasi inti naik 0,3 persen. Karena kenaikan ini tidak melebihi ekspektasi pasar, keyakinan bahwa The Fed akan melonggarkan kebijakan moneternya semakin menguat.

Fokus investor kini beralih pada laporan penggajian non-pertanian (nonfarm payrolls/NFP) yang akan dirilis pekan ini. Data NFP yang cenderung melemah akan menjadi argumen tambahan bagi The Fed untuk menurunkan suku bunganya.

Selain data ekonomi, Ibrahim juga menyoroti adanya ketegangan politik yang turut mempengaruhi sentimen. Konflik antara Gedung Putih dan Bank Sentral AS masih berlanjut, dipicu oleh keinginan Presiden AS Donald Trump untuk memberhentikan Anggota Dewan Gubernur Federal Reserve, Lisa Cook, terkait dugaan penipuan hipotek pada tahun 2021.

“Cook telah menolak wewenang Trump untuk memberhentikannya dan telah mengajukan gugatan hukum yang menentang pemecatan tersebut,” ucap Ibrahim.

Faktor Internal Dukung Penguatan Rupiah

Tidak hanya dari faktor eksternal, fundamental ekonomi domestik yang solid juga menjadi penopang penguatan nilai tukar rupiah. Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia versi S&P Global untuk Agustus 2025 naik ke level 51,5 dari 49,2 pada bulan sebelumnya.

“Angka ini juga menandai ekspansi pertama dalam lima bulan terakhir, didorong oleh rebound output dan pesanan baru setelah empat bulan berturut-turut melemah,” ungkap Ibrahim.

Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) kembali mencatatkan surplus sebesar 4,17 miliar dolar AS pada Juli 2025. Catatan ini memperpanjang tren surplus selama 63 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

“Surplus ini lebih tinggi dibandingkan dengan surplus pada bulan Juni lalu, sebesar 4,11 miliar dolar AS. Menurut BPS, penopang surplus pada bulan Juli ini adalah CPO (Crude Palm Oil) dan batu bara,” ujarnya.

Meskipun rupiah menguat di pasar spot, Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini justru tercatat melemah tipis ke level Rp16.463 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.461 per dolar AS.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *